Blog Archives

Inilah Perbedaan Saham dan Reksa Dana

Investasi di pasar keuangan atau pasar modal banyak ragamnya. Dengan perhitungan cermat, semua jenis investasi bisa dilakukan sesuai karakteristik investor.

Lalu bagaimana dengan investasi reksa dana dan investasi saham. Dilihat berdasarkan timeframe (jenjang waktu investasinya), reksa dana memiliki waktu pencairan kurang fleksibel, karena lebih lama. Periode pencairannya bisa hingga 1-3 tahun. Sementara investasi saham sangat fleksibel, karena investor bisa melakukan aksi beli atau jual kapanpun mereka inginkan. Investasi saham bisa bulanan, tahunan atau justru harian.

Jika melihat isi portofolio, investasi saham bebas memilih sesuai analisa, sementara reksa dana menyerahkan pada fund manager (manajer investasi/MI).Mereka akan memilih saham-saham apa saja yang akan memberikan keuntungan. Sehingga tingkat keuntungan reksa dana sangat tergantung keahlian fund manager.Hal ini membuat investasi di reksa dana cenderung membuat investor pasif, sedangkan investasi saham mendorong investor lebih aktif.

Berdasarkan analisa, investasi reksa dana didukung tim riset yang selalu update, sementara investasi saham, investor harus aktif menganalisa dan belajar, baik teknikal dan fundamental. Dengan demikian, reksa dana cocok bagi mereka yang kurang memahami fundamental dan pergerakan harga saham. Biasanya yang tergolong tipe investor ini adalah ibu-ibu rumah tangga atau Anda yang sibuk bekerja.

Sementara dilihat dari risiko, berinvestasi di reksa dana sangat tergantung dari fund manager. Jika fund manager tidak pintar, tentu kinerja buruk. Namun sebaliknya, jika fund manager lihai memilih portofolio, akan menghasilkan keuntungan. Adapun risiko investasi saham, biasanya lebih dipermainkan emosi. Namun jika investor mau belajar menganalisa, maka risiko bisa diminimalisir. Untuk modal, cukup dengan Rp500.000 investor bisa membuka rekening reksa dana. Namun untuk investasi saham, modal minimal Rp5 juta.

Dalam reksa dana, modal investor digabungkan dengan investor lain sehingga peluang diversifikasi lebih banyak. Sementara investasi saham hanya fokus pada beberapa saham.

Dengan melihat kelebihan dan kekurangan tersebut, saatnya menentukan investasi mana yang cocok dengan karakteristik Anda.

(www.ciputraentrepreneurship.com)

Mewaspadai Investasi Bodong

Dalam investasi apapun, tidak ada jaminan pasti un­tung. Calon investor menimbang dengan cermat po­tensi keuntungan dari investasi tersebut. Dan potensi keuntungan itu sebanding dengan risiko yang terkandung di dalamnya.

Oleh: Elsa Febiola Aryanti

(Perencana Keuangan Syariah & Managing Partner Hijrah Institute Jakarta Indonesia)

Investasi bodong. Berita yang hampir setiap hari menghampiri kita lewat media massa. Kisah-kisah tragis para korban yang tertipu dan kejamnya modus penipuan yang mengakibatkan bukan saja kerugian material yang besar tetapi juga penderitaan bagi korbannya. Hal ini terus terjadi di tengah masyarakat, sehingga kita perlu  mewaspadainya. Jangan sampai jatuh lebih banyak korban lagi.

Orang sering mengindentikkan in­vestasi dengan suatu upaya untuk men­dapatkan imbal hasil yang besar pada se­jumlah uang yang diikutsertakan dalam suatu skema investasi. Hal pertama yang harus diwaspadai adalah bahwa skema-skema penipuan seringkali menggunakan label atau kedok investasi. Dengan meng­gunakan kata “investasi” sudah merupa­kan pintu masuk yang mudah bagi para penipu untuk menarik perhatian calon korbannya, karena mindset kita sendiri. Bahwa yang namanya investasi itu pasti untung besar. Hanya karena suatu skema keuangan dinamakan “investasi”, bukan berarti bahwa skema tersebut betul-betul sebuah investasi. Waspadalah.

Hal berikutnya yang sering menjebak calon korban adalah kata-kata bahwa “investasi ini pasti untung”. Dalam investasi apapun, tidak ada jaminan pasti untung. Calon investor menimbang den­gan cermat potensi keuntungan dari in­vestasi tersebut. Dan potensi keuntungan itu sebanding dengan risiko yang terkandung di dalamnya. Pasti sudah sering mendengar ada istilah high risk high return, kan?

Korban investasi bodong juga sering kali menjadi tertarik dan akhirnya ter­tipu oleh investasi palsu itu karena fak­tor kemudahan yang ditawarkan. Hanya dengen menyetor sejumlah uang, tanpa melakukan apa-apa, tinggal duduk ma­nis dan menunggu imbal hasil yang dijan­jikan luar biasa besarnya setiap bulannya atau periode tertentu. Suatu hal yang terlalu mudah, apalagi menjanjikan im­bal hasil yang fantastis, perlu dicermati lebih dalam. Telaah lagi dan bertanyalah dengan kritis dan detail. Apabila sete­lah diterangkan berulang-ulang Anda masih tidak mengerti, maka tinggalkan­lah. Karena mungkin saja memang mak­sud awalnya adalah supaya Anda tidak mengerti dan mudah tertipu.

Banyak sekali korban investasi bo­dong itu yang tertipu karena awalnya percaya pada orang yang menawarkan investasi palsu tersebut. Kepercayaan itu yang menyebabkan para korban mem­percayakan uangnya untuk “diolah” oleh yang bersangkutan. Kepercayaan ini yang seringkali membutakan banyak korban dari hal-hal yang sangat mendasar. Misalnya, meminta kartu identitas dari orang yang bersangkutan, menanyakan data-data mendasar seperti pekerjaan, rumah, dan lain-lain. Kepercayaan juga yang sering menjadikan para korban mengabaikan kelengkapan dokumentasi, perijinan, perjanjian dan sebagainya den­gan pelaku investasi palsu. Dan biasanya para pelaku investasi palsu ini selalu ter­lihat meyakinkan dan mencari korban dalam komunitas yang sama.

Banyak sekali skema penipuan yang berkedok investasi itu menggunakan skema Ponzi atau “money game”. Karena mekanisme ini adalah yang termudah dan paling banyak menarik korban kare­na dipandang mudah dan untung be­sar. Bagaimana skema ini bisa dikenali. Biasanya, pelaku penipuan akan masuk dalam suatu lingkungan atau komunitas tertentu, dan mulai menawarkan skema ini kepada orang-orang yang dianggap dapat member pengaruh kepada komu­nitas atau lingkungan. Yang ditawarkan bisa macam-macam bentuknya, tapi pada prinsipnya adalah calon korban di­minta mempercayakan uangnya untuk diolah dalam suatu skema investasi ter­tentu, dan dijanjikan imbal hasil yang fan­tastis tanpa melakukan apa-apa. Tinggal duduk-duduk di rumah, dapat uang. Biasanya si penipu ini akan memberikan contoh kasus dulu lancarnya pembayaran imbal hasil, sehingga jadi berita dari mu­lut ke mulut. Dari mana uangnya? Uang yang diberikan dari imbal hasil itu bia­sanya dari uang si korban sendiri, karena pokoknya tetap dipegang oleh penipu dan didistribusikan kembali kepada kor­ban sebagai imbal hasil. Makin banyak yang ikut, maka bagi si penipu keuntun­gan makin besar dan setelah dia bisa mengumpulkan uang yang banyak ber­dasarkan kepercayaan itu tadi, biasanya si penipu akan kabur tak tentu rimbanya.

Makin maraknya penipuan berkedok investasi sepatutnya membuat kita was­pada dan menyadari bahwa untuk setiap potensi keuntungan ada potensi resiko yang harus dipertimbangkan dan upaya tertentu yang harus dilakukan. Dengan kita waspada dan terus menerus menyi­mak informasi terkini tentang skema penipuan yang terjadi, mudah-muda­han akan terhindar dari investasi bo­dong.

*Disadur dari majalah “The Intrepreneur” edisi November 2011

Jeli Atas Pengeluaran

Waspadalah pada pengeluaran-pengeluaran yang tak tampak dalam perencanaan, akan tetapi terjadi pada kenyataan. Dan waspada pula pada pengeluaran yang tidak produktif, yang kita lakukan semata- mata karena sudah terbiasa. Optimalkan setiap pengeluaran untuk memperoleh nilai tambah apabila memungkinkan. Jadikan pengeluaran kita adalah pengeluaran yang optimal dan efektif.

Oleh: Elsa Febiola Aryanti

(Perencana Keuangan Syariah & Managing Partner Hijrah Institute Jakarta Indonesia)

Pengeluaran adalah hal yang tidak dapat kita hindari. Berbagai hal pada saat kita hidup dan beraktifitas, maka sering ada konsekuensi ekonomi yang menyertainya, yaitu berupa penge­luaran. Entah itu untuk pengeluaran rutin, pengeluaran bulanan, baik untuk yang bersifat konsumsi ataupun produktif.

Sering kita dengar bahwa bukan peng­hasilan yang menentukan apakah sese­orang akan menjadi lebih sejahtera atau tidak, akan tetapi berapa jumlah uang yang bisa dia sisihkan untuk menabung atau berinvestasi. Dari kalimat di atas tersirat bahwa diperlukan suatu keje­lian dalam mengendalikan pengeluaran agar penghasilan dapat disisihkan untuk hal-hal yang lebih produktif, dapat di­investasikan atau paling kurang dapat di­sisihkan untuk ditabung. Oleh karena itu, kemampuan dan kejelian untuk mengen­dalikan pengeluaran menjadi hal yang penting dalam manajemen atau perencanaan keuangan pribadi maupun keluarga.

Lalu, bagaimana kalau pada saat ini Anda merasa sudah berusaha mengen­dalikan pengeluaran dari penghasilan yang ada, sudah mengidentifikasikan apa pengeluaran rutin harian, bulanan bahkan tahunan yang akan Anda keluarkan, tapi masih saja pengeluaran Anda me­lebihi perkiraan. Kemana kiranya penge­luaran tambahan itu Anda keluarkan?

Nah, salah satu hal yang harus diper­hatikan adalah pengeluaran-pengeluar­an kecil yang seringkali menempel pada pos- pos pengeluaran besar yang sudah diidentifkasi. Seperti contoh, Anda su­dah menganggarkan untuk biaya liburan dengan anak-anak. Biaya transportasi, akomodasi, biaya makan selama liburan. Akan tetapi Anda lupa untuk memperhi­tungkan, misalnya biaya oleh-oleh yang kadang secara tidak sadar, tidak diang­garkan akan tetapi kemungkinan terjadinya sangat besar. Atau misalnya pada saat liburan Anda sekaligus bersilaturah­mi dengan keluarga, maka biaya untuk itu tidak Anda anggarkan tetapi pada kenyataanya terjadi. Disinilah diperlukan ke­jelian untuk mengidentifikasikan penge­luaran sampai sedekat mungkin dengan kenyataan yang terjadi. Dan proses ini dilakukan sebelum aktifitas liburan ini dilaksanakan. Sebaliknya misalnya, Anda sudah menganggarkan biaya untuk trans­portasi harian ke kantor atau tempat usaha. Pengeluaran ini bisa dioptimalkan apabila Anda bisa menjadikan perjalanan ke kantor atau tempat usaha ini menjadi efektif dan sarat manfaat, apalagi kalau bisa mendatangkan penghasilan tam­bahan. Bawa barang dagangan, bisnis jemputan dan sebagainya.

Contoh lain, sering kita lihat di kota-kota, bahkan di pedesaan juga, budaya jalan-jalan dengan menggunakan ken­daraan bermotor sering kita lihat. Hilir mudik sepanjang sore hingga menjelang maghrib hal ini hampir rutin dilakukan. Selain biaya bahan bakar bensin, sering ada biaya tambahan lain, seperti biaya jajan, belum lagi kalau jalan-jalan ke tempat yang dekat dengan tempat per­belanjaan, maka akan ada biaya juga yang dikeluarkan untuk berbelanja yang belum tentu perlu. Hal ini apabila dilaku­kan terus-menerus, walaupun uang yang dikeluarkan mungkin kecil, tapi akan berpengaruh juga pada akhirnya pada pengeluaran kita. Sedikit-sedikit, lama-kelamaan menjadi bukit.

Waspadalah pada pengeluaran-pengeluaran yang tak tampak dalam perencanaan, akan tetapi terjadi pada kenyataan. Dan waspada pula pada pengeluaran yang tidak produktif, yang kita lakukan semata-mata karena sudah terbiasa. Optimalkan setiap pengeluaran untuk memperoleh nilai tambah apabila memungkinkan. Jadikan pengeluaran kita adalah pengeluaran yang optimal dan efektif.

*Disadur dari majalah The Intrepreneur edisi: Januari-Februari 2012

From Zero to Hero

Mereka yang saat ini meraih posisi puncak di bidang usaha yang dirintisnya tak semuanya ditopang oleh modal besar pada awalnya. Tak sedikit justru bermodaI NOL sebagai bekal melangkah untuk merenda keberhasilan.

Oleh: Tanu Sutomo (Direktur Utama IFA)

Itulah yang kemudian muncul dan lalu terkenal dengan sebutan perusahaan atau pengusaha dengan julukan from zero to hero. Dari modal nol, lalu berkembang menjadi deretan banyak nol di belakang angka.

Dunia entrepreneurship di negeri kita memang tengah menggembirakan. se­jumlah Perguruan Tinggi (PT) bergeliat membuka fakultas clan jurusan entrepre­neurship. Bahkan mulai pula tumbuh sejumlah PT yang mengkhususkan diri sebagai sekolah atau kampus entrepreneur, Tak hanya mengajarkan teori, sebagian besar dari mereka juga melatih peserta didik untuk menjadi wirausahawan sejati,

Namun, ditengah menggeliatnya upaya hanyak pihak untuk menum­buhkembangkan entrepreneur-entrepreneur muda berkualitas ada saja hamba­tan yang kerap dinilai sebagai hambatan, Salah satunya adalah modal usaha yang oleh kebanyakan orang yang hendak merintis usaha harus berjumlah besar.

Tidak selamanya demikian. Saya adalah salah seorang yang membuk­tikannya. Awal merintis IFA pada 20 tahu­nan silam, boleh dibilang berrnodalkan nekad. Artinya, modal dana tidak saya jadikan ukuran utama untuk berani melangkah. Melainkan keinginan kuat, se­mangat menggebu untuk merubah nasib agar menjadi lebih baik.

Jadi, awalnya saya bersama Jarot Wi­janarko hanya bermodalkan NOL belaka. “Ah, mana mungkin?” pikir Anda kali. Nol itu adalah angka yang kosong melompong, tak ada nilainya. Bagaimana mungkin kita bisa memulai usaha tanpa modal (dana) yang cukup? Betul. Jika kita menggunakan pola pi­kir yang dianut oleh kebanyakan orang. Tapi, bagi sebagian orang-orang yang luar biasa dahsyat, yang memulai usaha dari nol, sebenarnya angka nol, sebagaimana pernah diulas menarik oleh Agoeng Wi­dyatmoko, mengandung filosofi yang be­gitu mendalam.

Pertama, coba perhatikan, angka nol bentuknya bulat lonjong, tanpa terpu­tus. Maknanya adalah bahwa kita – tidak bisa tidak – selalu akan tergantung satu sama lain. Semakin kita bisa saling beker­ja sama dengan orang lain, kesempatan menjadi pengusaha akan kian terbuka lebar. Keterkaitan kita dengan lainnya sagat bermanfaat untuk menjamin kelan­caran sebuah usaha. Terlebih jika bidang yang kita geluti berbasis multy level mar­keting. Keterkaitan dan ketergantungan dengan yang lain itu akan sangat terasa.

Laksana puzzle pula, kemampuan satu bidang pada diri kita akan dipenuhi oleh kemampuan orang lain di bidang lainnya, baik untuk saling melengkapi, ataupun saling support demi keberhasi­lan bersama.

Kedua, biasanya bentuk angka nol se­lalu lonjong memanjang ke atas, bukan bulat penuh atau lonjong ke samping, Ini adalah filosofi hubungan kita dengan Sang Khaliq. Kita bisa menjadi seorang pengusaha harus senantiasa mengingat ke atas. Bahwa, kita bisa sukses atau sebaliknya itu selalu ada dalam koridor kekuasaan Tuhan.

Bukankah Tuhan juga mengatakan bahwa, Dia tak akan mengubah suatu kaum tanpa kaum itu berusaha mengu­bah nasibnya sendiri. Bagi saya, inilah filosofi angka nol yang begitu religius. Jika hal ini selalu kita jadikan pegangan, maka dalam menjalani profesi menjadi pengusaha, kita tak perlu khawarir. Sebab, hidup ini tentulah selalu dalam koridor kekuasaan Tuhan yang Maha Besar de­ngan segala rahmat dan berkah yang sa­gat melimpah.

Ketiga, banyak pengusaha yang me­nganggapnya ini paling penting yang harus kita sadari. Bahwa, nol itu adalah sebuah singkatan dari kata tolong-meNOLong? lnilah poin penting dari mengapa seseorang dengan modal nol bisa men­jadi pengusaha sukses. Ini pula yang lalu banyak orang menyebutnya From Zero to Hero jika seseorang yang memulai dari bawah dan dari nol bisa menjadi entre­preneur sejati.

Sesungguhnya kekuatan tolong-me­nolong itulah yang menjadi kekuatan inti dari modal utama. Modal (baca: uang) seberapa pun jumlahnya tidak akan bisa membuat kita sukses jika tidak ada un­sur saling menolong ini. Modal semacam inilah yang akan membantu kita menjadi entrepreneur sesungguhnya. Misalnya, kita memiliki keinginan agar bisnis jari­ngan kita tumbuh berkembang sesuai impian kita, maka kita membutuhkan orang lain, upline, downline, support system, dll untuk menolong kita, bahu-membahu, bekerjasama mencapai kemajuan usaha.

lntinya adalah modal nol ternyata bukan modal kosong sama sekali. Mo­dal tersebut justru, adalah modal yang sangat dahsyat untuk mengembangkan jiwa entrepreneurship kita. Nilai keber­samaan, kekeluargaan, keterkaitan satu sama lain, unsur religius berupa kekutan Tuhan yang harus kita syukuri dan dimak­simalkan, hingga sikap saling tolong me­nolong, selalu ciptakan nilai, akan mem­buat sebuah usaha bisa.

*Disadur dari majalah The Intrepreneur edisi Januari-Februari 2012

Menjadi Entrepreneur Uang Bukan Modal Utama

Kadangkala seseorang ingin menjadi entrepreneur mengalami hambatan. Semen­tara sesungguhnya bangsa ini masih kurang jumlah entrepreneurnya. Lalu, benarkah uang bukan satu-satunya modal utama saat seseorang mau membuka usaha?

Sebagai bangsa besar dengan jumlah penduduk kurang lebih 238 juta jiwa, lndonesia menempati ranking ke-4 di dunia. Namun rangking ini justru berbanding terbalik jika melihat dari jumlah orang yang bergelut sebagai entrepreneur. Berdasarkan perhitungan dari Kementerian Koperasi dan UKM, tercatat hanya 0,24% saja yang menjadi entrepreneur atau berwirausa­ha. Angka ini masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga lingkup ASEAN. Di Singapura terdapat 7,2% pengusaha, Thailand berjum­lah 4,1% serta Malaysia sekitar 3%. Sementara untuk kawasan Asia, Jepang dan China jumlah entrepreneurnya mencapai 10%.

Jika melongok ke negara adi kuasa, Amerika Serikat, cukup banyak yang menjadi pengusaha. Disana tercatat 12% penduduknya menjadi entrepreneur, dalam setiap 11 detik lahir entrepreneur baru. Data juga menunjukkan jika 1 dari 12 orang Amerika terlibat langsung dalam entrepreneur.

Peran entrepreneur sesungguhnya sangat menentukan dalam kemajuan suatu bangsa atau negara. Tapi menga­pa orang lndonesia masih sedikit sekali. Padahal menurut David Mc Cleiland, se­orang sosiolog, sedikitnya dibutuhkan minimal 2% wirausaha dari populasi penduduk. Sehingga jika dihitung, masih dibutuhkan sekitar 4,8 juta wirausaha di lndonesia sekarang ini.

Faktor apa yang menyebabkan hal demikian? Salah satunya adalah mo­dal. Tidak sedikit mereka mau memulai usaha, yang dipikirkan masalah modal. Dari mana untuk mendapatkan modal, sementara uang atau tabungan yang di­milikinya tidak ada. lngin meminjam ke bank, belum tentu dapat disetujui. Sebab persyaratan yang diajukan pihak bank ka­dang kala terlalu sulit.

Pemerintah sendiri dalam hal ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) RI sebenarnya telah mengalokasikan dana program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp20 tril­iun dalam APBN 2011. Namun lagi-lagi, nampaknya KUR dijalankan setengah hati. Tidakjarang UKM tak bisa mencicipi dana yang tersedia.

“Orang selama ini bingung ketika mau memulai sebuah usaha, terbentur terutama masalah permodalan atau uang,” ungkap Mas Kemal Rausyan Fikri. Uang, sambungnya, sebenarnya bukan satu-­satunya modal utama. Sebab, kalau dia tidak punya, tentunya tidak akan jalan-jalan atau terealisasi idenya.

Kekuatan atau power diri kita sendiri sesungguhnya yang paling penting. Sebab, kata Mas Kemal, kalau kekuatan kita berupa kemauan, tidak ada, usaha pun tidak ada. Kemudian juga, yang tidak bisa dilupakan adalah link atau jaringan (kenalan). Kalau memiliki link, kita bisa sharing atau menjelaskan bisnis plan yang dimiliki. Sebab tidak mustahil, de­ngan bisnis plan yang jelas, link kita akan percaya dan memberikan bantuan mo­dal. Diupayakan agar link itu merupakan orang terdekat, bisa famili, saudara, om atau tante serta kenalan. Tapi perlu di­ingat, dipilih mereka yang benar-benar memiliki kemampuan finansial yang lebih.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah sebesar apa usaha yang akan dibuka dan bagaimana pangsa pasar atau pendapatan yang akan diperoleh. Sebab jangan sampai usaha yang dibangun cukup besar tapi pendapatannya kecil.

“Bisa saja kita membuka usaha di grobak tapi penghasilan yang didapat cukup besar,” jelas Mas Kemal. Jika meminjam uang ke bank atau pemodal dengan jaminan surat berharga, Mas Kemal menyarankan agar bagi yang baru mau buka, usahakan jangan. Sebab belum diketahui pendapatannya. Terkecuali ka­lau memang sudah jalan usahanya, kita ajukan ke bank, kita ketahui penghasilan­nya, bunga yang akan dibayarkan dan ke­untungan yang didapat.

Untuk mereka yang memang terta­rik buka usaha, punya modal terbatas dan tidak mau direpotkan dengan cara penjualannya, mungkin bisa mencoba waralaba atau franchise. Banyak sekali waralaba di tanah air yang menawarkan dengan harga cukup murah, di bawah Rp 5 juta rupiah.

Disadur dari majalah ‘The intrepreneur’ edisi November 2011

Penulis: Marhadi Yudi