Blog Archives

From Zero to Hero

Mereka yang saat ini meraih posisi puncak di bidang usaha yang dirintisnya tak semuanya ditopang oleh modal besar pada awalnya. Tak sedikit justru bermodaI NOL sebagai bekal melangkah untuk merenda keberhasilan.

Oleh: Tanu Sutomo (Direktur Utama IFA)

Itulah yang kemudian muncul dan lalu terkenal dengan sebutan perusahaan atau pengusaha dengan julukan from zero to hero. Dari modal nol, lalu berkembang menjadi deretan banyak nol di belakang angka.

Dunia entrepreneurship di negeri kita memang tengah menggembirakan. se­jumlah Perguruan Tinggi (PT) bergeliat membuka fakultas clan jurusan entrepre­neurship. Bahkan mulai pula tumbuh sejumlah PT yang mengkhususkan diri sebagai sekolah atau kampus entrepreneur, Tak hanya mengajarkan teori, sebagian besar dari mereka juga melatih peserta didik untuk menjadi wirausahawan sejati,

Namun, ditengah menggeliatnya upaya hanyak pihak untuk menum­buhkembangkan entrepreneur-entrepreneur muda berkualitas ada saja hamba­tan yang kerap dinilai sebagai hambatan, Salah satunya adalah modal usaha yang oleh kebanyakan orang yang hendak merintis usaha harus berjumlah besar.

Tidak selamanya demikian. Saya adalah salah seorang yang membuk­tikannya. Awal merintis IFA pada 20 tahu­nan silam, boleh dibilang berrnodalkan nekad. Artinya, modal dana tidak saya jadikan ukuran utama untuk berani melangkah. Melainkan keinginan kuat, se­mangat menggebu untuk merubah nasib agar menjadi lebih baik.

Jadi, awalnya saya bersama Jarot Wi­janarko hanya bermodalkan NOL belaka. “Ah, mana mungkin?” pikir Anda kali. Nol itu adalah angka yang kosong melompong, tak ada nilainya. Bagaimana mungkin kita bisa memulai usaha tanpa modal (dana) yang cukup? Betul. Jika kita menggunakan pola pi­kir yang dianut oleh kebanyakan orang. Tapi, bagi sebagian orang-orang yang luar biasa dahsyat, yang memulai usaha dari nol, sebenarnya angka nol, sebagaimana pernah diulas menarik oleh Agoeng Wi­dyatmoko, mengandung filosofi yang be­gitu mendalam.

Pertama, coba perhatikan, angka nol bentuknya bulat lonjong, tanpa terpu­tus. Maknanya adalah bahwa kita – tidak bisa tidak – selalu akan tergantung satu sama lain. Semakin kita bisa saling beker­ja sama dengan orang lain, kesempatan menjadi pengusaha akan kian terbuka lebar. Keterkaitan kita dengan lainnya sagat bermanfaat untuk menjamin kelan­caran sebuah usaha. Terlebih jika bidang yang kita geluti berbasis multy level mar­keting. Keterkaitan dan ketergantungan dengan yang lain itu akan sangat terasa.

Laksana puzzle pula, kemampuan satu bidang pada diri kita akan dipenuhi oleh kemampuan orang lain di bidang lainnya, baik untuk saling melengkapi, ataupun saling support demi keberhasi­lan bersama.

Kedua, biasanya bentuk angka nol se­lalu lonjong memanjang ke atas, bukan bulat penuh atau lonjong ke samping, Ini adalah filosofi hubungan kita dengan Sang Khaliq. Kita bisa menjadi seorang pengusaha harus senantiasa mengingat ke atas. Bahwa, kita bisa sukses atau sebaliknya itu selalu ada dalam koridor kekuasaan Tuhan.

Bukankah Tuhan juga mengatakan bahwa, Dia tak akan mengubah suatu kaum tanpa kaum itu berusaha mengu­bah nasibnya sendiri. Bagi saya, inilah filosofi angka nol yang begitu religius. Jika hal ini selalu kita jadikan pegangan, maka dalam menjalani profesi menjadi pengusaha, kita tak perlu khawarir. Sebab, hidup ini tentulah selalu dalam koridor kekuasaan Tuhan yang Maha Besar de­ngan segala rahmat dan berkah yang sa­gat melimpah.

Ketiga, banyak pengusaha yang me­nganggapnya ini paling penting yang harus kita sadari. Bahwa, nol itu adalah sebuah singkatan dari kata tolong-meNOLong? lnilah poin penting dari mengapa seseorang dengan modal nol bisa men­jadi pengusaha sukses. Ini pula yang lalu banyak orang menyebutnya From Zero to Hero jika seseorang yang memulai dari bawah dan dari nol bisa menjadi entre­preneur sejati.

Sesungguhnya kekuatan tolong-me­nolong itulah yang menjadi kekuatan inti dari modal utama. Modal (baca: uang) seberapa pun jumlahnya tidak akan bisa membuat kita sukses jika tidak ada un­sur saling menolong ini. Modal semacam inilah yang akan membantu kita menjadi entrepreneur sesungguhnya. Misalnya, kita memiliki keinginan agar bisnis jari­ngan kita tumbuh berkembang sesuai impian kita, maka kita membutuhkan orang lain, upline, downline, support system, dll untuk menolong kita, bahu-membahu, bekerjasama mencapai kemajuan usaha.

lntinya adalah modal nol ternyata bukan modal kosong sama sekali. Mo­dal tersebut justru, adalah modal yang sangat dahsyat untuk mengembangkan jiwa entrepreneurship kita. Nilai keber­samaan, kekeluargaan, keterkaitan satu sama lain, unsur religius berupa kekutan Tuhan yang harus kita syukuri dan dimak­simalkan, hingga sikap saling tolong me­nolong, selalu ciptakan nilai, akan mem­buat sebuah usaha bisa.

*Disadur dari majalah The Intrepreneur edisi Januari-Februari 2012